Showing posts with label vila pamulang. Show all posts
Showing posts with label vila pamulang. Show all posts

Monday, March 21, 2016

Budi Koin Pamulang: "Bos, Gua Habis Ngajak Anak Makan Gypsum....."

Budi Koin
Pasti bukan nama aslinya lah...hehehe. Nanti kalo dibaca terus, eloe pada pasti paham kenapa manusia satu ini kita panggil Budi Koin.

Orang ini unik, dia dan keluarganya yang jagain rumah gua di Pamulang. Eit, jangan salah sangka, bukan nempatin ya, cuma jagain, karena dia kan punya keluarga dan rumah sendiri.

Rumahnya persis depan mesjid Arrahman, kadang dia yang jadi muadzin, dan sumpah, kalo dia yang adzan, pasti banyak yang tergugah, karena suaranya oke banget. Tapi jangan suruh nyanyi, kecoak aja nggak suka. Gua berani pastiin.

Budi punya satu istri, dan 3 ekor (biar lucu aja) anak. Dan gua rasa, istrinya tidak dalam keadaan sadar sepenuhnya waktu mau jadian. Atau setidaknya mungkin agak rabun, atau lagi gerhana matahari, atau memang cuaca lagi mendung, atau ketemuannya dalam goa.

Tapi sudahlah, itu nggak usah dibahas, orang sudah terlanjur dan memang nggak ada relevansinya dengan apa yang mau gua bahas.

Menurut gua, ini orang paling lucu dan konyol sedunia, plus planet Mars. Selalu tampil kocak, apa adanya dan nggak pernah menyembunyikan ketidaktahuannya soal sesuatu.

Kalau sudah ngomong, biasanya kita semua ngakak, lucu, asli lucu, entah itu memang materinya lucu, atau cara penyampaiannya yang kocak, atau karena kekonyolan dan kepolosannya. Dan setiap kali ngumpul di "Poci" (Silahkan baca tulisan sebelum ini), Budi selalu kita tunggu, selalu ada bahan yang bisa buat kita ngakak sampai setengah pingsan. 

Tandemnya Bowo,(baca ini) kalau ada 2 orang ini, situasi pasti heboh tak terkendali.


Gua kasih beberapa contoh dialog aneh tapi nyata antara Budi dan Bowo, atau yang lain. Ini kejadian asli di Pos Ronda RT 06 dan TKP lainnya.

Budi: "Nggak ada orang cina yang jadi tentara". 
Bowo langsung nyamber: "Banyak Bud, eloe aja yang kagak tau".
Budi: "Nggak ada, mana ada orang cina bisa jadi tentara"
Bowo: "Yah eloe, ada Bud"
Budi: " Nggak ada, pasti nggak diterima masuk tentara"
Bowo: "Emang kenapa, banyak kok yang jadi tentara, alasannya apa emang sampe nggak diterima?"

Sampai di sini, kita dan terutama Bowo serius banget, ini soalnya masalah agak-agak rasis jadinya. Dan kita semua serius banget menunggu jawaban pertanggungjawaban Budi atas statementnya yang rada rasis ini.  Ada sedikit tegang juga suasana. Hening.

Lalu sambil nyengir kambing, meluncurlah jawaban konyol dari Budi: "Yah, orang cina kan nggak bisa ngomong siap grrak dan hormat grakk, kan bisanya ngomong siap glakk dan hormat glakk..., mana bisa jadi tentara?"

Gubrakk....

Mohon maaf buat pembaca dari etnis Tionghoa, ini sama sekali bukan rasis, hanya banyolan saja. Perlu dicatat, catat ya? Penulis Blog ini juga turunan Tionghoa, Budi sendiri hasil persilangan Betawi (Bapaknya) dan Cina (Ibunya). 

Terus selain karena memang niat konyol, ada juga kejadian lucu yang memang disebabkan ketidaktahuan dan keterbatasan Budi soal bahasa, terutama bahasa Inggris.

Dalam sebuah rapat yang diadakan di kantornya, Budi diajak ikut sama atasannya. Nah, mungkin pembahasannya mengenai beban pekerjaan.

Atasan Budi: "...bla..bla..bla...jadi eloe  overload ya, Bud?"
Budi:" Iya Pak, benar, saya lagi oferlut"
Atasan Budi:"....Kalo gitu eloe kebanyakan donk dan nggak bisa ditambahin beban kerjanya ya?
Budi dengan yakin bin mantap menjawab:"Oh, nggak Pak, masih bisa kok"
Atasan:"Eloe gimana sech, tadi bilangnya overload?"
Budi: "Hehehe, oferlut apaan sech Pak?" Gubrak.....

Terus ada lagi kejadian, gua lagi duduk di taman RT06, Budi dengan semangat datang dan langsung cerita: "Bos (dia manggil gua gitu, padahal gua sebenernya nggak demen), Gua lagi seneng nech Bos"
"Kenapa Bud?", tanya gua sambil narik sampoerna mild,
"Ini,...(bangga banget ekspresinya gitu), abis ngajak anak gua makan Gypsum"
Gua kaget setengah modar. Gua langsung nyemprot:"Apa Bud? anak loe, eloe kasih makan gypsum?"
Dengan keheranan dia malah tanya balik: "Emang napa Bos? mahal sech emang, tapi sekali kali bolehkan buat anak-anak seneng?"
Gua makin heran. Gua tanya:"Emang gypsum apaan Bud?"
Dengan pede tingkat tinggi dia jawab:"Itu Bos, somay2 an cina, enak banget Bos!" Gubrakkkk lagi
Gua tereak:"Budi....,Budi....itu mah namanya DIMSUM, bukan GYPSUM".
Budi:"Oh.....". sambil nyengir kambing lagi. Cengengesan kayak monyet dapet kacang.

Ada lagi kejadian lain, waktu kita ngumpul bahas kasus pelecehan seksual anak oleh guru JIS. Salah satu kawan kita, Dedi yang kebetulan menangani teknis kelistrikan di JIS menyampaikan banyak kejadian kurang senonoh di JIS, cerita ini mengalir lancar tanpa hambatan. Hanya Budi saja yang mukanya bingung kayak kambing yang mulutnya dikasih garam.

Sampai pada satu titik, karena udah nggak bisa nahan bingungnya, Budi nyeletuk:"Ah masa sech orang-orang di ZIS begitu, nggak mungkinlah...!"
Dedi dengan nada agak naik bilang gini:"Yah eloe Bud, ini beneran, sudah jadi rahasia umum".
Gua yang sudah hafal dengan tingkah pola Budi dengan segala keterbatasannya, akhirnya jelasin: "Bud, ini yang dibahas JIS, Jakarta Internasional School, bukan LAZIS, Lembaga Amal Zakat Infaq dan Sadaqah yang kayak eloe pikirin!"
Budi:"Ohhh.....JIS, bukan ZIS..."

Cerita-cerita di atas hanya sebagian kecil banget dari "performance" Budi. Kalau mau ditulis, nggak bakalan habis.

Tapi, dengan segala keterbatasan dan kekonyolannya, Budi adalah sosok yang amanah, sangat ringan tangan membantu siapapun. Itu nilai plus dia yang luar biasa, segala urusan per ERTE/ERWE an, urusan mesjid, banyak dia yang bantu dan kerjakan. Padahal dia biasa berangkat pagi dan pulang malam. Secapek apapun dia, kalau ada yang minta bantu, nggak pernah ada kata nggak bisa. Selalu siap dia.

Terus kenapa dipanggil Budi Koin? Bukan karena dia demen uang receh atau minta jasa kalau membantu orang, justru sebaliknya, orangnya ikhlas luar biasa. Saking ikhlasnya, kudu agak berantem dulu, minimal diancam dulu, baru Budi mau ambil uang terimakasih dari kita.

Buat kita semua di RT 06, Budi adalah sosok penghibur yang bisa bantu kita melepas kejenuhan. Kolaborasinya dengan Bowo membuat kita semua tertawa, guling-guling sampai sakit perut. Kita selalu menunggu kehadirannya di setiap acara ngumpul, buat dengar banyolan baru atau lama dari Budi. 

Menyaksikan dia jalan ke arah "Poci" dengan gaya persis kayak layangan singit aja, sudah jadi hiburan tersendiri buat kita.

Tapi sebagai manusia, Budi kadang kehabisan ide dan diam mendadak saat kita masih butuh banyolannya. Nah pada saat begini, saat Budi lagi bengong padahal kita masih butuh, Pak Edy Yus (biasa gua panggil "Babeh") bilang:"Ayo masukin koin lagi, biar Budi ngomong lagi". (Sambil membuat gerakan seolah2 memasukkan koin ke kepala Budi, kira-kira mirip orang masukin koin ke mesin game arcade di mall). Dan luar biasanya, eh, Budi ngoceh dan banyol lagi.

Sejak saat itu, Budi kita panggil dengan panggilan istimewanya: BUDI KOIN.

Hehehehe....Udah dulu, terimakasih.



Sunday, March 20, 2016

RT 06, Sebuah Inspirasi

Begini, waktu nulis ini, gua lagi di RT 06/12, Vila Pamulang, Pondok Petir, Bojongsari, Sawangan, Depok (lengkap amat, hehehe).

Tempat tinggal gua di sini sejak tahun 2000 sekitar Oktober kira-kira. Tahun 2011 atau 2012, (mahap, lupa), gua ama keluarga pindah ke sebuah apartemen di kemayoran, dekat Pademangan, Jakarta. Nah terus sejak itu, gua sama keluarga ke vila (kita nyebutnya gitu) paling seminggu sekali atau sebulan dua kali atau sebulan sama sekali nggak. Hehehe tergantung sempetnya aja.

Rumah gua kosong, tapi ada tetangga yang baik yang mau jagain, bersihin, jadi aman dah.

Kenapa gua ngomongin RT06 sebagai sebuah inspirasi?

RT 06 ini isinya macam-macam suku, ya samalah kayak tempat lain. Tapi unik.

Gua bilang unik karena sepanjang 10 atau 11 tahun tinggal di situ, warganya kompak dan kocak. Yang namanya masalah antar warga pasti ada, tapi selalu aman terkendali. Penanganan masalahnya selalu pas oleh aparat RT dan tokoh-tokoh seniornya (tentu saja termasuk gua, hehehehe).

Pos ngobrol, tukar informasi, bahas masalah dan penyelesaian masalah ada di sebuah tempat di pengkolan perbatasan antara RT 06 dan RT 07, kita sebut "Poci", karena ada warung teh poci yang dikelola sama Mama Seno, warga RT 07.

Ngobrolnya bisa dari Pilkada DKI, terus loncat ke batu cincin, tahu-tahu ngomongin burung, terus balik lagi ke batu cincin, terus urusan serius seperti keamanan lingkungan, pintu air, tiba-tiba urusan burung lagi, masalah Gojek, pokoknya muter-muter nggak jelaslah. 

Bisa kebayangkan? Nah pesertanya ada yang serius, ada yang setengah serius, ada yang ngaco. Tapi ujungnya selalu beres, selalu ada solusi untuk hal serius dan Happy Ending. Biasanya ada 3 termin, pagi dari jam 7 atau 8, selesai jam 12 an karena break makan siang bareng. Entah itu ada donatur yang beliin atau hasil jarahan dari warga yang suka rela repot masak lebih dan menunggu dijarah.

Nah, habis makan, begitu reaksi karbohidrat mulai bekerja, ada yang mulai nguap, ada yang selonjoran kekenyangan, terus saling tunggu siapa yang teriak "bubar dulu yuk", atau "gua mau nengokin anak", atau "gua ada urusan nih", pokoknya segala jurus dah. Begitu ada yang mulai, semua bubar, pulang, tidur siang.

Sesi kedua nanti mulai jam 3 sorean, dimulai dari salah satu yang datang ke "Poci" dan teriak-teriak: "sepi.....sepi.....". Atau sengaja teriakin nama warga terdekat di TKP, kalau nggak Pak Bowo (baca ini) dengan teriakan: "Wo......." atau Pak Endang Sutisna, teriaknya juga sama: "Ndang.....". (Jujur aja, yang paling sering begini gua, hehehe). Nah, habis itu perlahan tapi pasti, satu persatu muncul. Dan sesi kedua ini bisa melanjutkan topik tadi pagi yang belum kelar, atau topik lain. Metodenya sama, yakni metode loncat-loncat antar topik. Sesi ini berakhir saat menjelang sholat magrib. 

Bubarnya kali ini lebih beradab dan lebih jelas dan sopan. Salah satu warga pasti ngomong: "Bubar, dah magrib". Dan ini jadi kalimat standar, nggak ada yang improvisasi seperti bubar sesi pagi.

Sesi ke tiga dimulai ba'da Isya.

Satu orang akan mulai nongkrong di "Poci", begitu ada yang nongkrong, yang lain akan muncul satu persatu, dan mulailah segala hal dibahas. Dan teknis bubarnya balik lagi kayak Sesi pertama di pagi hari. "Dingin nech, mau ambil jacket", tapi yang ngomong ginian nggak bakal balik ke TKP. Persis dah kayak sesi pertama.  Biasanya bubar sekitar jam 12 an malam.

Yang unik sebenarnya saat kita ngumpul kayak tukang kusir di 3 sesi itu, tidak ada satu orangpun yang jaim. Nggak ada yang bawa-bawa posisinya di tempat kerja. (Padahal ada yang direktur, ada yang bisnis owner, ada yang decision maker, staf, ada supir pribadi, ada supir taksi, macam-macam dah, kecuali teroris). Debat, saling bully, candaan bermuatan kritikan, candaan nggak jelas,(coba liat ini) tidak membuat ketersinggungan. Nggak ada yang sakit hati, terus jadi ngambek. Latar belakang pendidikan, asal, suku, etnis, agama, sistem nilai, karakter, hobby, afiliasi politik juga beda-beda. Topik mengenai etnis, agama, suku juga sering dibahas, tetep.....nggak ada ketersinggungan apalagi sampai adu fisik. Semua selalu happy ending.

Ini sesungguhnya yang memberi inspirasi. Memang nggak dalam konteks dan skalanya jika dibandingkan dengan negara kita, tapi jika semangat kebersamaan, saling menghargai perbedaan pandangan ini bisa ditularkan, rasanya tidak ada salahnya, kan? Hehehehe.

Terimakasih sudah membaca tulisan nggak mutu ini, hehehehe.