Begini, waktu nulis ini, gua lagi di RT 06/12, Vila Pamulang, Pondok Petir, Bojongsari, Sawangan, Depok (lengkap amat, hehehe).
Tempat tinggal gua di sini sejak tahun 2000 sekitar Oktober kira-kira. Tahun 2011 atau 2012, (mahap, lupa), gua ama keluarga pindah ke sebuah apartemen di kemayoran, dekat Pademangan, Jakarta. Nah terus sejak itu, gua sama keluarga ke vila (kita nyebutnya gitu) paling seminggu sekali atau sebulan dua kali atau sebulan sama sekali nggak. Hehehe tergantung sempetnya aja.
Rumah gua kosong, tapi ada tetangga yang baik yang mau jagain, bersihin, jadi aman dah.
Kenapa gua ngomongin RT06 sebagai sebuah inspirasi?
RT 06 ini isinya macam-macam suku, ya samalah kayak tempat lain. Tapi unik.
Gua bilang unik karena sepanjang 10 atau 11 tahun tinggal di situ, warganya kompak dan kocak. Yang namanya masalah antar warga pasti ada, tapi selalu aman terkendali. Penanganan masalahnya selalu pas oleh aparat RT dan tokoh-tokoh seniornya (tentu saja termasuk gua, hehehehe).
Pos ngobrol, tukar informasi, bahas masalah dan penyelesaian masalah ada di sebuah tempat di pengkolan perbatasan antara RT 06 dan RT 07, kita sebut "Poci", karena ada warung teh poci yang dikelola sama Mama Seno, warga RT 07.
Ngobrolnya bisa dari Pilkada DKI, terus loncat ke batu cincin, tahu-tahu ngomongin burung, terus balik lagi ke batu cincin, terus urusan serius seperti keamanan lingkungan, pintu air, tiba-tiba urusan burung lagi, masalah Gojek, pokoknya muter-muter nggak jelaslah.
Bisa kebayangkan? Nah pesertanya ada yang serius, ada yang setengah serius, ada yang ngaco. Tapi ujungnya selalu beres, selalu ada solusi untuk hal serius dan Happy Ending. Biasanya ada 3 termin, pagi dari jam 7 atau 8, selesai jam 12 an karena break makan siang bareng. Entah itu ada donatur yang beliin atau hasil jarahan dari warga yang suka rela repot masak lebih dan menunggu dijarah.
Nah, habis makan, begitu reaksi karbohidrat mulai bekerja, ada yang mulai nguap, ada yang selonjoran kekenyangan, terus saling tunggu siapa yang teriak "bubar dulu yuk", atau "gua mau nengokin anak", atau "gua ada urusan nih", pokoknya segala jurus dah. Begitu ada yang mulai, semua bubar, pulang, tidur siang.
Sesi kedua nanti mulai jam 3 sorean, dimulai dari salah satu yang datang ke "Poci" dan teriak-teriak: "sepi.....sepi.....". Atau sengaja teriakin nama warga terdekat di TKP, kalau nggak Pak Bowo (baca ini) dengan teriakan: "Wo......." atau Pak Endang Sutisna, teriaknya juga sama: "Ndang.....". (Jujur aja, yang paling sering begini gua, hehehe). Nah, habis itu perlahan tapi pasti, satu persatu muncul. Dan sesi kedua ini bisa melanjutkan topik tadi pagi yang belum kelar, atau topik lain. Metodenya sama, yakni metode loncat-loncat antar topik. Sesi ini berakhir saat menjelang sholat magrib.
Bubarnya kali ini lebih beradab dan lebih jelas dan sopan. Salah satu warga pasti ngomong: "Bubar, dah magrib". Dan ini jadi kalimat standar, nggak ada yang improvisasi seperti bubar sesi pagi.
Bubarnya kali ini lebih beradab dan lebih jelas dan sopan. Salah satu warga pasti ngomong: "Bubar, dah magrib". Dan ini jadi kalimat standar, nggak ada yang improvisasi seperti bubar sesi pagi.
Sesi ke tiga dimulai ba'da Isya.
Satu orang akan mulai nongkrong di "Poci", begitu ada yang nongkrong, yang lain akan muncul satu persatu, dan mulailah segala hal dibahas. Dan teknis bubarnya balik lagi kayak Sesi pertama di pagi hari. "Dingin nech, mau ambil jacket", tapi yang ngomong ginian nggak bakal balik ke TKP. Persis dah kayak sesi pertama. Biasanya bubar sekitar jam 12 an malam.
Yang unik sebenarnya saat kita ngumpul kayak tukang kusir di 3 sesi itu, tidak ada satu orangpun yang jaim. Nggak ada yang bawa-bawa posisinya di tempat kerja. (Padahal ada yang direktur, ada yang bisnis owner, ada yang decision maker, staf, ada supir pribadi, ada supir taksi, macam-macam dah, kecuali teroris). Debat, saling bully, candaan bermuatan kritikan, candaan nggak jelas,(coba liat ini) tidak membuat ketersinggungan. Nggak ada yang sakit hati, terus jadi ngambek. Latar belakang pendidikan, asal, suku, etnis, agama, sistem nilai, karakter, hobby, afiliasi politik juga beda-beda. Topik mengenai etnis, agama, suku juga sering dibahas, tetep.....nggak ada ketersinggungan apalagi sampai adu fisik. Semua selalu happy ending.
Ini sesungguhnya yang memberi inspirasi. Memang nggak dalam konteks dan skalanya jika dibandingkan dengan negara kita, tapi jika semangat kebersamaan, saling menghargai perbedaan pandangan ini bisa ditularkan, rasanya tidak ada salahnya, kan? Hehehehe.
Terimakasih sudah membaca tulisan nggak mutu ini, hehehehe.
No comments:
Post a Comment